Aksara Bea in Wonderland

My Wonderland of Words

This is the other side of me in "aksara" a.k.a "letters" with my own way, my own Wonderland, Aksara Bea

Minggu, 24 April 2011

1 Perempuan Bertarung Melawan 14 Laki-Laki

Judul Buku      : 1 Perempuan 14 Laki-Laki
Penulis           : Djenar Maesa Ayu
Editor            : Mirna Yulistianti
Setting           : Ryan
Desain Kover  : Shutterstock.com
ISBN               : 9789792266085
Tebal Buku      : 124 halaman
Penerbit         : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun Terbit   : 2011
Harga              : Rp 50.000,00

Pertama kali mulai mengenal sosok penulis perempuan ini saya lakoni melalui majalah Intisari kala saya masih duduk di bangku SMA. Lalu mengenalnya lagi melalui tampilan profil yang dibuat oleh beberapa majalah gaya hidup seiring dengan perjalanan waktu kehidupan. Sosok Djenar bagi saya waktu itu adalah sebuah profil gambaran perempuan yang bebas dan tangguh. Ia tegar dan kuat dalam menghadapi berbagai cercaan yang datang bertubi-tubi mengenai karya-karyanya yang berani, lugas, apa adanya dan vulgar. Belum ada penulis yang seberani dan selugas Djenar yang pada masa itu dalam pandangan pribadi saya berani mengungkapkan tulisannya secara gamblang dan tanpa tendeng aling-aling. “Nayla” adalah buku Djenar pertama yang saya baca karena menyajikan hal yang berbeda dari semua cerita fiksi yang sedang tren di masa itu. Tak sampai separuh saya baca, saya letakkan lagi "Nayla" dalam rak buku pribadi saya, membiarkannya berdiri tegak dan berjejeran bersama yang lainnya, menunggu waktu berikutnya yang lebih tepat untuk dibaca kembali. Pada akhirnya “Nayla” berhasil saya tuntaskan untuk kedua kalinya saat saya sedang menjalani hari – hari yang baru di masa-masa awal saya berada di kota Purwokerto.

Awal mula saya tertarik dengan “1 Perempuan 14 Laki-Laki” ini saat saya sedang menelusuri barisan demi barisan tulisan di akun Twitter milik Djenar yang senantiasa mengumandangkan berita tentang karya terbarunya ini. Disusul beberapa hari kemudian melalui sorot akun Twitter Djenar tentang hari peluncuran "1 Perempuan 14 Laki-Laki" yang dilakukan bertepatan dengan hari ulangtahunnya. Membuat saya teringat pada salah satu karya terbaru Kurnia Efendi, “Anak Arloji”, sekumpulan cerita pendek yang ditulis oleh Kef untuk merayakan ulangtahunnya yang ke-50. Ulangtahun menjadi momen yang menarik untuk dijadikan sebagai batu loncatan publikasi karya terbaru. Pertama kali melihat buku ini di gerai Gramedia kota Purwokerto, entah kenapa saya berlaku cuek dan hanya berjalan melintas lewat tanpa menoleh ke arah buku ini sama sekali. Hanya melirik sekilas. Memegang dan menimang sejenak. Membaca sampul belakang sekelebat. Tak ada niat untuk membeli. Sebab pada saat itu ada buku lain yang sedang menjadi incaran saya untuk segera dimiliki. Beberapa hari kemudian, saya tak lagi melihat buku ini bertengger di rak manapun dalam Gramedia Purwokerto. Anehnya saya pun tidak khawatir sama sekali. Saya hanya berpikir jika memang berjodoh dengan buku ini, maka saya akan mendapatkan buku ini tak lama lagi. Dan itulah yang terjadi.

Bungkusan plastik yang menutup erat buku ini segera saya sobek dan bukunya langsung saya baca. Gambar di sampul depannya mengingatkan saya akan dua hal. Yang pertama mengingatkan saya pada sebuah alat yang disebut Tonometri Schiotz, adalah alat yang digunakan untuk pengukuran tekanan bola mata, deteksi adakah glaukoma atau tidak pada bola mata seseorang. Yang kedua membuat imaji saya berputar kepada area intim kewanitaan, Miss V. Teman yang hidup di sebelah kamar saya hanya mengerutkan keningnya saat dia membaca judul di sampul depan. “Tentang pelacuran?” Saya tertegun. Bukan. Kata saya. Ini adalah karya terbaru dari seorang penulis perempuan yang berani melahirkan fenomena dalam dunia seni sastra. Teman saya tak bertanya lebih jauh lagi. Dia kurang menyukai aliran sastra yang sedang saya baca ini. Dia pun tak mengenal Djenar.

Hampir sama dengan waktu saya membaca “Nayla” dan momen yang sama yang saya rasakan saat saya mencoba untuk menghidupkan imajinasi dalam kepala saya tentang “Nayla”, menyelami jalan pikiran Djenar dalam pertarungannya melawan 14 laki-laki. Cerpen pertama “Kunang-Kunang Dalam Bir” medan pertempurannya dengan Agus Noor membuat saya bingung untuk mengambil pokok pemikirannya. Terkesan ngalor ngidul dan tak jelas muasal serta ujung akhir jalan ceritanya. Saya baca ulang paragraf pertama hingga tiga kali banyaknya. Mulai terkesan membuang waktu. Saya pun memutuskan dalam hati untuk segera mengambil pilihan, menuntaskan buku ini secepatnya atau tidak usah dibaca lagi sama sekali yakni sudahi saja. Waktu terus berjalan dan pekerjaan yang lain sedang menanti dengan sabar untuk segera dituntaskan. Maka saya pun menekuni kembali dengan perlahan dan pasti pada tulisan-tulisan dalam buku ini, dengan atau tanpa imajinasi sama sekali. Sekali terjang langsung menghantam habis-habisan bagai prajurit maju ke medan perang. Pembacaan dan penelurusan saya pada buku ini sempat terhenti beberapa kali, namun segera saya lanjutkan lagi agar secepatnya tuntas. Hingga di halaman 69, saya memutuskan selesai saja di situ.

Kering dan berhenti di angka 69. Hanya kata itu yang bisa saya sebutkan untuk karya terbaru Djenar bagai balon karet telah membuat saya kesulitan bernafas lantaran hasrat nafsu menggebu yang menciptakan dahaga kelelahan. Kekeringan yang saya rasakan tertoreh melalui kerinduan Djenar yang mendalam terhadap penulisan prosa fiksi yang telah membesarkan namanya tanpa disadari telah menorehkan dahaga yang dalam pada tiap tulisannya dalam tiap cerpen yang ditulisinya bersama dengan 14 lelaki terpilih. Rasa kering oleh dahaga seolah hendak dipuaskan Djenar dengan penjalinan kata bagai gadu perang dengan ke-14 lelaki pilihannya dnegan perpusaran perang kata dan rima fiksi yang semakin terasa hambar saat saya mulai memasuki halaman 69, “Nafas Dalam Balon Karet”. Adegan percintaan dan nafsu yang seperti apa yang hendak ditawarkan lagi. Saya sudah bosan. Bahkan cerpen ketiga yang ditulisinya bersama Indra Herlambang berjudul “Menyeruput Kopi Di Wajah Tampan” yang telah mendapatkan tempat dalam hati saya tak mampu lagi menahan gejolak dahaga kering yang semakin  berat saya rasakan hingga saya berteriak. SELESAI.

1 komentar:

  1. Pinjemm...
    Bea, aku dah follow blog mu and sudah kutaruh di Blogroll blogku di halaman muka.
    Follow balik blog-ku ya say...

    bte, pinjem Madre n 1 perempuan 14 laki-lakinya yah...

    BalasHapus